28.6.14

A cold war

A poet dedicated to those who is currently doing pull and push.

Text me.
I am waiting.
Talk to me.
I miss you so bad.

This cold war game that I chose to play.
Who will lose first.
Just talk already.
So we can just go back to how it was.

Is it over?
Are you thinking as well?
No matter how hard I tried.
I keep getting back to you.

Should I start again?
Letting my pride away.
I'm losing this game.
But, if I got you. I will.

21.6.14

Ini dimana, ini kemana.

Cerita kali ini berawal dari kisah salah satu temen gue (cowok) yang lagi niat mengejar cinta sampe samperin rumah ceweknya di Tangerang.

Di suatu pagi yang agak mendung, di momen enak-enaknya liburan sekolah, gue tiba-tiba di Line Call sama temen gue, dengan tujuan meminta gue buat temenin dia ke rumah ceweknya.

Merasa agak bingung, gue akan tetapi sebagai teman yang baik dan memiliki jiwa belas kasih yang tinggi dengan rela nemenin dia (karena kalo sendiri dia takut nyasar). Dengan menggunakan mobil, dan bermodalkan GPS sebagai penunjuk jalan, gue dan temen gue sukses salah jalan... karena mendadak sinyal GPSnya hilang.

Setelah sukses nyasar sampe ke bandara, gue dan temen gue kembali melewati tol yang sama dan untungnya, sinyal GPS muncul kembali secara tiba-tiba dan berhasil menuntun gue dan temen gue ke jalan yang benar.

Begitu kita keluar dari tol, masalah muncul lagi. Sebuah masalah yang belum dapat diselesaikan secara baik bahkan oleh Gubernur DKI Jakarta sampe hari ini.

Ya betul, damn you MACET.

Somewhere in Tangerang, Folks.
Melewati macet ternyata masih juga bukan masalah terakhir yang gue hadapi. Masalah sebelumnya seperti keterbatasan sinyal GPS, menjadi pemicu bangunnya insting dan naluri binatang gue untuk menentukan arah. Setelah sampai ke komplek perumahannya, kemampuan memori otak gue dan temen gue yang lemah menimbulkan sebuah penyakit 'tadi-si-satpam-ngomong-apaan' muncul dan kita muter-muter nyari jalan sampe bosen.

Akhirnya sih sampe. Tentunya... gara-gara hoki.


No Signal,
@dionisiuskevinn

20.6.14

Dear Someone.

I'm not that guy.
That guy who used to be with you.
Makes you comfy, and so cushy.
Addicting and bad-boy styled.

I have tried.
To be someone different.
I can keep trying to give you my feelings.
But you can't.

Thank you for giving me.
Those feelings for this past one month.
Both gladdening and saddening.
I loved you so deep, I can't even hate you.

What's the use of this one-sided love.
There is only an end for this one sad story.
Give up. I must.

Good-bye. And goodnight.
@dionisiuskevinn

7.6.14

9 Menit

Hari ini adalah hari dimana gue merasakan 9 menit terlama di dalam hidup gue.

So, this is how the story goes.

FYI, gue belakangan ini mengikuti salah satu martial arts yaitu Muay Thai/Thai Boxing selama beberapa bulan terakhir, dengan tujuan pengen kurus.

Setelah gue (lumayan) berhasil kurus, gue memberanikan diri gue untuk mengikuti sebuah friendly fight di MMA Camp gue, dengan tujuan cari pengalaman.

Dan ini adalah salah satu dari 'kesalahan terbesar' dalam hidup gue.

FYI lagi, berat gue sekarang cuma 58 kg dengan tinggi 165an, dan setelah ketemu lawan-lawannya, dan ngobrol-ngobrol sedikit... Gue berhasil menyimpulkan kalo lawan gue ternyata memiliki berat badan 73 kg (yang berarti bedanya 15 kg).

Sialnya, gue gak bisa protes 'saya-mau-ganti-lawan-dong' karena orang yang gue lawan aja udah yang paling enteng kedua di situ. Sisanya adalah orang-orang dengan tinggi 170 cm dengan aura kayak singa yang siap membunuh musuhnya di ring begitu lonceng ronde 1 dibunyikan. Jadinya, gue merasa ini udah nasib buruk yang paling baik buat gue sekarang.

I am (not) ready to fight.
Skip, Skip, gue akhirnya memakai semua properti yang diperlukan buat fight (Handwrap, Shin Guard, Cup, Head Guard, Gloves ukuran 18 Oz yang berat banget).

Fight gue berlangsung selama 9 menit, dengan waktu tiap ronde 3 menit. Dan ada beberapa pemikiran yang terlintas di otak gue selama fight:

1. Santai, santai.
2. Kok jab gua gak kena ya?
3. Sial gak kena lagi.
4.  Woi kenapa gak kena.
5. Udah round 2, berarti masih 6 menit...
6. Ini kapan selesainya.
7. Kenapa loncengnya gak bunyi-bunyi sih.
8. Gebuk aja terus, asu.
9. Cibai gua ditendang.
10. Akhirnya loncengnya bunyi.

Dari semua pemikiran gue diatas. Yah bisa disimpulkan sendiri gue menang atau kalah :)
Nih.

Yang pasti sekarang kaki kanan gue kayak memiliki sejenis benjolan gede mirip tumor, dan gue kapok ikut fight selanjutnya, dan yang penting gue sekarang udah dapet pengalaman tambahan di dalam dunia fight gue.

(only) 9 minutes,
@dionisiuskevinn

3.6.14

Reposted.

Persepsi Perasaan 2 Manusia

Alkisah 2 sosok manusia saling mencintai.
Tak ada ragu di hati mereka tentang perasaan.
Namun tak ada yang bernyali tuk mengungkapkan.
Masih ada misteri tentang perasaan lawan mereka.
Masih ada gengsi tentang perasaan yang ditakutkan tak sama.
Keduanya pun saling menanti.

Mungkin itulah keagungan Tuhan.
Menciptakan keduanya tuk tak bisa membaca pikiran.
Biarkan mereka menerka setiap perkataan.
Hanya mampu menganalisa apa yang terlihat mata.

Sampai suatu saat.
Salah satu jenuh pada keadaan.
Ia meninggalkan kerancuan.
Tuk dapatkan kepastian.
Walaupun tak tahu arahnya nanti.

Hati yang lain takkan mampu menahan lara.
Walaupun berlagak tangguh.
Tak tega tuk berbalas dendam.
Menunggu atau pergi?
Bolehlah dia hancurkan hati.
Tapi takkan mampu mengubah perasaan.

Sampaikan pada waktu yang terbuang untuk ketidakpastian.
Jangan salahkan waktu yang telah membuktikan.
Sampaikan pada rasa yang terpendam.
Jangan salahkan perasaan yang tak mampu diucapkan.
Apabila menyesal nanti.

adventurer

Satu yang tidak pernah bergerak mundur... waktu. Satu titik pivot dalam hidup adalah ketika gue memutuskan keluar dari full-time vendor wedd...