25.3.15

Mohon Maaf, Pak

Beberapa bulan ini gue lagi sibuk dan sering mengalami sakit hati karena ditolak.

Memang umur 17 tahun seperti gue wajarnya sih ditolak sama cewek-cewek cantik (baca: gebetan).

Nah, sekarang ini gue malah ditolaknya sama mas-mas, dan om-om berumur 30an.

Sebelum terjadi kesalahpahaman, beginilah ceritanya...

Memulai sebuah bisnis adalah rencana yang telah gue persiapkan bersama satu teman gue sejak Desember tahun lalu. Intinya, kita butuh tempat semacam restoran/kafe. Keyakinan ini membuat kita berpikir keras harus ngapain biar punya tempat.

Rencana awal adalah sewa ruko. Setelah melakukan search google, kita sadar kalo kita gak akan mampu menyewa ruko, karena harga sewa ruko 1 tahun mencapai 100 juta dan itupun udah termasuk salah satu yang harganya minimum. Akhirnya kita mencoba mencari solusi dari masalah sewa ruko.

Pinjem bank.

Dan ternyata gak bisa. Kampret.

Umur gue dan teman gue belum 21 tahun, belum bisa buat pinjam uang dari bank. Memang sih kalo dijumlah umur kami bisa jadi 34 tahun, tapi bank tentu saja gak akan memberikan pinjaman pada 2 anak idiot yang merasa sudah cukup umur karena umurnya dijumlahkan.

Di sore super membingungkan itu, solusi cemerlang datang dari otak gue, dan dari pengalaman belajar biologi. Kita akan mencoba menerapkan sistem simbiosis mutualisme. Simpelnya, gue nebeng tempat di restoran/kafe orang, mereka kasi kita tempat, kita kasi mereka rent cost. Kelar.

Udah happy-happy, membayangkan semua akan lancar, dan hidup serasa punya asuransi kesenangan.

Ternyata realita gak segampang itu. Kampret.

Balik ke cerita awal, pada 2 bulan terakhir ini gue ditolak sekitar 11 om-om. Alasan juga beragam macam, tapi... yaudah mau gimana lagi. Mereka emang rugi gak akan merasakan hoki yang akan gue bawa. (Atau sebaliknya, mereka hoki gak akan merasakan rugi yang gue bawa?)

Gue jadi merasa kolonel Sanders dari KFC yang resep ayamnya ditolak sampe 1009 kali itu sangat... gabut. Sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk menerima penolakan. Asumsinya dia ditolak sekali sehari, berarti dia menghabiskan waktu sekitar 2 setengah tahun untuk ditolak orang. Gabut maksimal.

Paling enggak sekarang udah ada satu yang hampir fix. Tinggal meeting sama manager dan owner-nya di bulan April. Well, wish me luck.

Jadi gimana, Pak?
Penulisjournal.

17.3.15

writing the ordinary

Peringatan: ini akan menjadi salah satu post yang cukup wasting time untuk dibaca. (Akan membuang waktu penting sekitar 3-4 menit dalam hidup anda.)

Jadi kalo lu masih lanjut baca tulisan ini sekarang, berarti lu termasuk mereka yang gabut dan gak tau mau ngapain, atau mereka yang penasaran banget sama hidup gue yang gak penting-penting amat. (Tapi gue rasa lu pasti termasuk yang pertama sih...)

Pokoknya jangan salahin gue karena emang post ini gak penting... dan kalo emang uda terlanjur mau baca, yaudah baca aja.

Jenis postingan writing the ordinary adalah jenis post lama yang sering gue buat dulu sewaktu masa-masa labil SMP. Postingan gak bertopik utama, isinya cuma random ordinary life tentang hidup gue aja.

Tepat kemarin, gue baru menyelesaikan semua ujian sekolah yang sempet membuat pagi hari gue diisi dengan rasa ngantuk tapi deg-degan.

Pada suatu pagi sebelum berangkat ke sekolah, gue sedang bermeditasi santai di WC sambil buka Instagram, tiba-tiba suasana WC menjadi agak sedih, karena gue melihat sebuah foto bertuliskan, '1 bulan lagi meninggalkan masa abu-abu.'

Pas baca itu, rasanya gue sedih banget.

Entah kenapa, gue merasa akan kehilangan masa-masa itu. Masa-masa ngatain guru pas lagi belajar, liatin gebetan, ijin ke toilet yang tujuannya bukan buat buang air tapi malah buang waktu, tidur di kelas, bolos pelajaran buat ke kantin... Sedih banget.

---

Lalu sekitar dari 1 minggu yang lalu, gue sudah cukup nekat bawa mobil ke sekolah, sukses sih... tapi parkir gue masih belum layak untuk diapresiasi.

---

Masalah hati gue sudah terhapuskan, gue gak punya perasaan lebih pada manusia lain apapun sekarang ini.

---

Ada hal yang masih harus gue tunggu, dan gue harap semua akan berjalan dengan baik.

---

Okay, it's long enough to be considered as a post, and also a note to myself.

Written,
Penulisjournal.

16.3.15

cewek dan fitting room

Cewek dan fitting room adalah dua hal yang kalo berinteraksi akan menimbulkan reaksi yang sangat membosankan.

Jadi pada suatu ketika... gue nemenin seorang cewek belanja baju.

Sebelum masuk ke cerita, ketika cowok mau belanja baju atau apapun itu, cowok akan fokus pada sekitar 5-6 calon baju yang mungkin akan dia beli, dan setiap detik jumlah bajunya akan terus berkurang disesuaikan dengan isi dompet yang sedang dia pegang.

Sementara cewek akan berpindah dari satu baju ke baju yang lain, dan bahkan akan tetap juga melihat baju-baju yang sangat gak berpotensi untuk dibeli.

Hal paling mengerikan saat nemenin belanja baju adalah ketika dia mulai masuk fitting room...

Saat dia masuk ke fitting room, dia akan menghilang ke dalam sebuah tempat sejenis lubang hitam dalam waktu yang sangaaaaat lama, dan gak ada hal yang bisa lu lakukan cuma kalo gak diem, duduk, yah paling bengong.

Hal paling mengerikan selanjutnya adalah ketika lu sadar waktu seorang cewek balik dari fitting room, dia gak pegang baju apa-apa.

Buat yang belum ngeh, simpelnya.

Harus. Nunggu. Lebih. Lama. Lagi.

...

Surga adalah ketika dia bilang, 'Udah nih.' Sambil pegang-pegang baju pake senyum seneng.

Momen yang gue rasakan ketika dia bilang itu mirip sama ketika lu lagi bengong tiba-tiba ada yang ngasih martabak Nutella. Pokoknya kombinasi seneng, lega, sama bahagia.

Kesimpulan dari perjalanan gue hari itu, jangan pernah dateng ke toko baju yang gak punya sofa buat nunggu. Percaya deh, tanpa sofa, nemenin cewek secakep apapun, rasanya tetep kayak neraka.

Jadi udah belom,
Penulisjournal.

adventurer

Satu yang tidak pernah bergerak mundur... waktu. Satu titik pivot dalam hidup adalah ketika gue memutuskan keluar dari full-time vendor wedd...